MAKALAH TENTANG SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Nilai-nilai essensial yang terkandung
dalam pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta
Keadilan dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu kala
sebelum mendirikan Negara. Proses terbentuknya Negara dan Bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman
batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V kemudiaan
dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai Nampak pada abad ke VII, yaitu
ketika timbulnya kerajaan Srwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang,
kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan
lainnya.
Dasar-dasar pembentukan nasiolisme modern
dirintis oleh para pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908. Akhirnya titik
kulminasi sejarah perjuangan bangsa
Indonesia dalam mendirikan Negara tercapai dengan diproklamasikan
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada Jaman Kerajaan?
2. Bagaimana
sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada Jaman Penjajahan?
3. Bagaimana
sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada
Proklamasi dan Kemerdekaan?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada Jaman Kerajaan
2. Mengetahui
sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada Jaman Penjajahan
3. Mengetahui
sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada Proklamasi dan Kemerdekaan
Bab II
Pembahasan
2.1 Sejarah Perjuangan
Bangsa Indonesia pada Masa Kerajaan
A. KERAJAAN MAJAPAHIT
Majapahit adalah sebuah kerajaan
besar di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk
(1350-1389). Kerajaan Majapahit terletak di hutan Tarik dekat delta sungai
Berantas, Mojokerto, Jawa Timur. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu
terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara
terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk,
terjadi Perang Bubat. Perang Bubat terjadi antara Kerajaan Majapahit dan
kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk bermaksud mempersunting Diyah Pitaloka
(Ciptaresmi), putri raja Pajajaran. Pihak Majapahit mengirim utusan untuk
melamar. Pihak Pajajaran dan utusan tersebut membuat kesepakatan. Isinya raja
Majapahit tidak melamar ke istana Pajajaran, tetapi di perbatasan kedua
kerajaan, yaitu di Desa Bubat. Raja Pajajaran memimpin secara langsung
rombongan putrinya ke Desa Bubat. Patih Gajah Mada mempunyai rencana lain.
Gajah Mada memkasa raja Pajajaran yang sudah ada di Desa Bubat untuk
mempersembahkan putrinya sebagai upeti kepada Raja Hayam Wuruk. Permintaan itu
ditolak oleh raja Pajajaran, sehingga terjadi perang besar di Desa Bubat.
Seluruh rombongan Kerajaan Pajajaran, termasuk raja dan puterinya tewas.
B. KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah
kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan. Menurut para ahli, pusat
Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada abad
ke-7 M. Awalnya, Sriwijaya hanya kerajaan kecil. Sriwijaya berkembang menjadi
kerajaan besar setelah dipimpin oleh Dapunta Hyang. Dapunta Hyang berhasil
memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di
sekitarnya.
2.2 Sejarah Perjuangan Bangsa pada Jaman Penjajahan
Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan
Penjajah
Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur.
Diantaranya adalah Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Tujuan mereka
mencari rempah-rempah. Selain itu mereka juga menyebarkan agama Kristen. Dari
pelayaran tersebut sampailah mereka ke Nusantara. Setelah sampai di Nusantara
timbullah keserakahan mereka. Semula mereka hanya berdagang kemudian mereka
ingin menguasai Nusantara. Diantara mereka yang paling lama menguasai dan
menjajah Indonesia adalah bangsa Belanda. Kita akan mempelajari sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam membebaskan dirinya dari belenggu penjajahan.
Bagaimana para pemuda bangsa terketuk hatinya untuk mengadakan gerakan
nasional. Peranan para pemuda yang sangat besar sehingga lahir sumpah pemuda.
Bagaimana kalian meneladani jejaknya? kalian akan bangga bukan? Tentunya kita
harus bangga pada tokoh pejuang bangsa kita.
Sebelum mempelajari materi yang baru, adakah di antara kalian yang belum
memahami materi yang lalu? Sekarang marilah kita pelajari tentang perjuangan
para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Untuk mengawali,
perhatikan penjelasan tentang kedatangan penjajah Belanda di Indonesia. Tahun
1596 Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, pertama kali mendarat di
Banten. Tahun 1602 Belanda mendirikan kongsi dagang VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie ) di Batavia untuk memperkuat kedudukannya. VOC mempunyai
hak istimewa disebut Octroi. Gubernur Jendral VOC pertama Pieter Both, kemudian
digantikan J. P. Coen.
VOC ingin menguasai pusat-pusat perdagangan, seperti Batavia, Banten,
Selat Sunda, Makasar, Maluku, Mataram (Jawa), dan berbagai daerah strategis
lain. Belanda dapat menguasai Nusantara karena politik kejam mereka yaitu
politik adu domba. Belanda mengadu domba raja-raja di daerah sehingga mereka
terhasut dan terjadilah perang saudara dan perebutan tahta kerajaan. Belanda
membantu pemberontakan dengan meminta imbalan daerah kekuasaan dagang (monopoli
perdagangan). Akhir abad ke-18 VOC bangkrut dan dibubarkan tanggal 31 Desember
1799. Indonesia diperintah oleh Kolonial Belanda dengan gubernur jendral
pertama Daendels yang sangat kejam. Rakyat dipaksa kerja rodi membuat jalan
sepanjang 1.000 km (dari Anyer–Panarukan), mendirikan pabrik senjata di
Semarang dan Surabaya juga membangun Pelabuhan Merak. Daendels digantikan
Jansens yang kemudian dikalahkan Inggris. Tahun 1816 Indonesia dikembalikan ke
Belanda, dengan Van den Bosch sebagai gubernur. Ia menerapkan politik tanam
paksa. Tujuannya untuk mengisi kas Belanda yang kosong.Tanam paksa menyengsarakan
rakyat, selain rakyat dipaksa menanam 1/5 tanahnya dengan ketentuan Belanda,
mereka juga dipaksa membayar pajak dan ganti rugi tanaman.
Raden Mas Rangsang menggantikan Raden Ma Martapura dengan gelar Sultan
Agung Senapati Ing Alogo Ngabdurrachman. Ia adalah Raja Mataram yang memakai
gelar Sultan, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Sultan Agung
memerintah Mataram dari tahun 1613–1645. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan
Mataram mencapai kejayaan. Dalam memerintah kerajaan, ia bertujuan
mempertahankan seluruh tanah Jawa dan mengusir Belanda dari Batavia.
Pada masa pemerintahannya, Mataram menyerang ke Batavia dua kali (tahun
1628 dan tahun 1629), namun gagal. Dengan kegagalan tersebut, membuat Sultan
Agung makin memperketat penjagaan daerah perbatasan yang dekat Batavia,
sehingga Belanda sulit menembus Mataram. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan
digantikan putranya bergelar Amangkurat I.
Sultan Ageng Tirtayasa memerintah Banten
dari tahun 1650–1692. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Banten mengalami masa
kejayaan. Ia berusaha memperluas kerajaannya dan dan mengusir Belanda dari
Batavia. Banten mendukung perlawanan Mataram terhadap Belanda di Batavia.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing
dengan Belanda. Selain itu juga memerintahkan pasukan kerajaan Banten untuk
mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Batavia. Kemudian mengadakan
perusakan perkebunan tebu milik Belanda di Ciangke. Menghadapi gerakan tersebut
membuat Belanda
kewalahan. Pada tahun 1671 Sultan
Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar
Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji). Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa
beristirahat di Tirtayasa.
Julukan Ayam Jantan dari Timur Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin,
Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaan. Cita-cita Sultan Hasanudin untuk
menguasai jalur perdagangan Nusantara mendorong perluasan kekuasaan ke
kepulauan Nusa Tenggara. Hal itu mendapat tentangan Belanda. Pertentangan
tersebut sering menimbulkan peperangan. Keberanian Sultan Hasanudin dalam memimpin
pasukan Kerajaan Makasar mengakibatkan kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas
keberanian Sultan Hasanudin, Belanda menjulukinya dengan sebutan “Ayam Jantan
dari Timur”.
Pada tanggal 16 Mei 1817 Rakyat Maluku di bawah pimpinan Pattimura
(Thomas Matulesi) mengadakan penyerbuan ke pos Belanda dan berhasil merebut
benteng Duurstede. Dari Saparua perlawanan meluas ke tempat lain seperti Seram,
Haruku, Larike, dan Wakasihu. Hampir seluruh Maluku melakukan perlawanan,
sehingga Belanda merasa kewalahan. Pada tanggal 15 Oktober 1817, Belanda mulai
mengadakan serangan besar-besaran. Pada bulan November 1817 Thomas Matulesi
berhasil ditangkap.
Rakyat Minangkabau bersatu melawan Belanda. Terjadi pada tahun 1830–
1837. Perlawanan terhadap Belanda di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Untuk
mengatasi perlawanan rakyak Minangkabau, Belanda menerapkan siasat adu domba.
Dalam menerapkan siasat ini Belanda mengirimkan pasukan dari Jawa di bawah
pimpinan Sentot Prawiradirja. Ternyata Sentot beserta pasukannya membatu kaum
padri. Karena itu Sentot ditangkap dan diasingkan ke Cianjur,Jawa Barat. Pada
akhir tahun 1834, Belanda memusatkan pasukannya menduduki kota Bonjol. Tanggal
16 Juni 1835, pasukan Belanda menembaki Kota Bonjol dengan meriam. Dengan
tembakan meriam yang sangat gencar Belanda berhasil merebut Benteng Bonjol.
Akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol menyerah. Dengan
menyerahnya Tuanku Imam Bonjol berarti padamlah perlawanan rakyat Minangkabau
terhadap Belanda.
Pangeran Diponegoro dengan nama kecil Raden Mas Ontowiryo, putra sulung
Sultan Hamengkubowono III, lahir pada tahun 1785. Melihat penderitaan rakyat,
hatinya tergerak untuk memperjuangkannya. Perlawanan Diponegoro pemicu utamanya
adalah pemasangan tiang pancang membuat jalan menuju Magelang. Pemasangannya
melewati makam leluhur Diponegoro yang dilakukan tanpa izin. Karena mendapat tentangan,
pada tanggal 20 Juli 1825 Belanda melakukan serangan ke Tegalrejo. Namun dalam
serangan tersebut tidak berhasil menemukan Diponegoro, karena sebelumnya
Diponegoro telah memindahkan markasnya di Selarong. Dalam perlawanan melawan
Belanda Pangeran Diponegoro dibantu Pangeran Mangkubumi, Sentot Pawirodirjo,
Pangeran Suriatmojo, dan Dipokusumo. Bantuan dari ulama pun ada, yaitu dari
Kyai Mojo dan Kyai Kasan Basri
Untuk mematahkan perlawanan Diponegoro, Belanda melaksanakan siasat
Benteng Stelsel (sistem benteng). Dengan berbagai siasat, akhirnya Belanda
berhasil membujuk para pemimpin untuk menyerah. Melihat hal itu, Pangeran
Diponegoro merasa terpukul. Dalam perlawanannya akhirnya Pangeran Diponegoro
terbujuk untuk berunding. Dalam perundingan, beliau ditangkap dan diasingkan ke
Makasar sampai akhirnya meninggal dunia pada tanggal 8 Januari 1855.
Perlawanan rakyat Banjar dipimpin oleh
Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari. Perlawanan tersebut terkenal dengan
Perang Banjar, berlangsung dari tahun 1859–1863. Setelah
Pangeran Hidayat ditangkap dan diasingkan ke
Cianjur, Jawa Barat perlawanan rakyat Banjar masih terus dilakukan dipimpin
oleh Pangeran Antasari. Atas keberhasilan memimpin perlawanan, Pangeran
Antasari diangkat sebagai pemimpin agama tertinggi dengan gelar Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin. Beliau terus mengadakan perlawanan sampai wafat
tanggal 11 Oktober 1862.
Sisingamangaraja lahir di Baakara, Tapanuli pada 1849 dan menjadi raja
pada tahun 1867. Saat bertahta, ia sangat menentang penjajah dan melakukan
perlawanan, akibatnya ia dikejar-kejar oleh penjajah. Setelah tiga tahun
dikejar Belanda, akhirnya persembunyian Sisingamangaraja diketahui dan dikepung
ketat. Pada saat itu komandan pasukan Belanda meminta kembali agar ia menyerah
dan menjadi Sultan Batak, namun Sisingamangaraja tetap menolak dan memilih mati
daripada menyerah.
Pergerakan nasional adalah perjuangan yang mengikutsertakan seluruh
rakyat Indonesia. Latar belakang timbulnya pergerakan nasional adalah rasa
senasib dan sepenanggungan, penderitaan rakyat akibat penjajahan, rakyat yang
tidak mempunyai tempat mengadu nasib, adanya golongan terpelajar yang sadar
akan perjuangan, dan kemenangan Jepang melawan Rusia pada tahun 1905. Sesudah
tahun 1908 perjuangan banyak ditempuh dengan jalan diplomasi. Kegagalan
perjuangan sebelum tahun 1908 disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut. 1.
Belum ada persatuan dan kesatuan di seluruh Nusantara. 2. Perjuangan masih
bersifat kedaerahan. 3. Kalah dalam persenjataan dan teknik perang.
Tokoh penting pergerakan nasional antara lain sebagai berikut. 1. R. A.
Kartini lahir di Jepara 21 April 1879 Jawa Tengah. Menerbitkan buku Habis Gelap
Terbitlah Terang , cita-citanya ingin memajukan kaum wanita sederajat dengan
pria. Ia mendapat gelar pahlawan emansipasi wanita. 2. Dewi Sartika dari Jawa
Barat. Ia mendirikan sekolah Kautaman Istri. 3. dr. Sutomo, pendiri Budi Utomo
pada tangal 20 Mei 1908. BU adalah organisasi pergerakan nasional pertama maka
kelahirannya diabadikan sebagai hari kebangkitan nasional yaitu tanggal 20 Mei.
4. K.H. Dewantoro lahir tanggal 2 Mei di Yogyakarta dengan nama kecil R.
Suwardi Suryaningrat. Jasa beliau adalah sebagai berikut. a. Pendiri Indische
Partij bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusuma. Mereka bertiga dikenal
dengan nama Tiga Serangkai. IP berdiri tanggal 25 Desember 1912 di Bandung dengan
tujuan ingin mempersatukan Indonesia mencapai kemerdekaan. b. Pendiri Taman
Siswa tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta, organisasi pendidikan dan kebangsaan.
Ia mempunyai semboyan “Ing ngarso sung tulodho, Ing madya mangun karso, Tut
wuri handayani .” Karena jasa beliau di bidang pendidikan beliau mendapat gelar
Bapak Pendidikan Nasional. Dan tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari
Pendidikan Nasional. 5. Douwes Dekker adalah mantan residen Lebak, ia menulis
buku Max Havelaar dengan nama samaran Multatuli. Isi buku menceritakan
penderitaan rakyat selama 31 tahun sewaktu dilaksanakan tanam paksa. Buku itu
menggegerkan warga Belanda, akhirnya tanam paksa dibubarkan. Douwes Dekker juga
ikut mendirikan Indische Partij. Tokoh lain yang ikut dalam pergerakan nasional
adalah Saman Hudi (pendiri SDI) dan Hos Cokroaminoto, K.H. Ahmad Dahlan
(pendiri Muhammadiyah), Ir. Soekarno, dan kawan-kawan (pendiri PNI), dan Muh.
Hatta (pendiri PI).
Dipimpin oleh R. Satiman Wirjosandjojo.
Tahun 1918 berganti nama dengan Jong Java. Tahun 1917 Moh. Hatta mendirikan
Jong Sumatranen Bond (JSB). Tahun 1918 pemuda Ambon mendirikan Jong Ambon.
Setelah itu menyusul Jong Celebes, Jong Batak, dan Sekar Rukun (Sunda). Tujuan
mulia Trikoro Darmo yaitu sakti, budi, dan bakti. Pada bulan Nopember 1925
organisasi itu mengadakan pertemuan
di Jakarta dan sepakat untuk berkumpul kembali. Pada bulan April 1926 diadakan
kongres pemuda I di Jakarta. Ketuanya adalah M. Tabrani dan Sumarto sebagai
wakilnya. Sekretarisnya adalah Jamaludin Adinegoro, dan Suwarso sebagai
bendaharanya. Pada tanggal 27–28 Oktober 1928 diadakan Kongres Pemuda II.
Ketua : Soegondo Djojopuspito Wakil Ketua : Djoko Marsaid
Sekretaris : Moh. Yamin Bendahara : Amir Syarifudin Kongres Pemuda II
menghasilkan Ikrar Sumpah Pemuda yang isinya sebagai berikut. 1. Kami
putra-putri Indonesia, mengakui bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2. Kami putra-putri Indonesia, mengakui berbangsa satu, bangsa Indonesia. 3.
Kami putra-putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Sebelum sumpah pemuda dibacakan dinyanyikan lagu Indonesia Raya oleh
W.R. Supratman, setelah itu setiap pertemuan dimulai dinyanyikan lagu Indonesia
Raya untuk menggugah semangat pemuda. Pada tanggal 22 Desember 1928 diadakan
kongres organisasi wanita di Yogyakarta. Tanggal 22 Desember diperingati
sebagai Hari Ibu. Untuk membantu militer Jepang dibentuk organisasi Seinendan,
Fujinkai, Bogodan (pembantu polisi), Keibodan dan Heiho (pembantu prajurit).
Tahun 1943 dibentuk PETA (tentara pembela tanah air) dan giguyun (tentara suka
rela) yang bertugas mempertahankan wilayahnya. Untuk kepentingan perang Jepang,
rakyat diperas dan dipaksa bekerja. Jepang menggerakkan pekerja paksa yaitu
Romusha. Mereka dipaksa bekerja di tengah hutan, di tebing, pantai, sungai
untuk membuat lapangan terbang dan kubu-kubu pertahanan serta rel kereta api.
Romusha dipekerjakan di dalam dan luar negeri seperti Burma, Malaysia dan
Thailand.
Akibat penjajahan Jepang, rakyat kelaparan,
kurang pangan, dan sandang. Rakyat dipaksa menanam padi sebanyak-banyaknya dan
jarak untuk dijadikan pelumas mesin-mesin dan pesawat. Jepang berkuasa di
Indonesia selama kurang lebih tiga setengah tahun. Beberapa tokoh pahlawan yang
mengadakan perlawanan terhadap Jepang, yaitu 1. Tengku Abdul Jalil dan Tengku
Abdul Hamid memimpin perlawanan di Aceh tahun 1942 dan 1944. 2. K.H. Zainal
Mustafa di Singaparna Tasikmalaya Jawa Barat tahun 1944. 3. Pang Suma di Tayan
Pontianak Kalimantan Barat tahun 1944. 4. L.Roemkorem di Papua tahun 1943. 5.
Supriyadi di Blitar Jawa Timur tanggal 14 Februari 1945.
2.3 Sejarah Perjuangan Proklamasi dan Kemerdekaan
Latar belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat
tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama
menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi
Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang
menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku
pimpinan PPKI dan Radjiman
Wedyodiningrat
sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan
Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan
Syahrir telah
mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para
pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak
bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa
pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi
kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat
Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan
Syahrir mendesak agar
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan
di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus
menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis,
antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang
hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah
menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan
darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia
belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak
memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir
menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI
hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan
Laut Jepang masih
berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan
di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan
muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan
terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan
dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat
PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan
kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta
mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi
di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut
kosong.
Soekarno dan Hatta bersama
Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah
Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan
selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima
konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda,
Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan
Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak
tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin
memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16
Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak
muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa
Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
pemuda pejuang, termasuk Chaerul
Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya
setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah
tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain,
mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok,
yang kemudian terkenal sebagai peristiwa
Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh
Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah
dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di
Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad
Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan
para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah
tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des
Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk
pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai
tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan
Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan
Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang
diantar oleh Tadashi
Maeda dan
memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer
Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan
bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin
untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah
dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali
keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya
Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan
diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda
mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan
Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang
memutuskan.
Setelah dari rumah
Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1)
diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang
ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar
tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad
Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di
kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada
kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti
kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan
kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M
Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim
Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai
disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin
ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr.
Hermann Kandeler.[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi
akan dilakukan di Lapangan
Ikada, namun
berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56
(sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan
muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang
makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo.
Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir
B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas
nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik.
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56
telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00
dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa
teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati,
dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo,
wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun
ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang
prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief
Hendraningrat,
seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk
tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi
bendera Merah Putih (Sang
Saka Merah Putih),
yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah
bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini,
bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai
berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari
Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi,
namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[5]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan
M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI
sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden
dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar